Posts

Surat untuk Firda (dan Alka)

Dear , Firda yang baik.. Apa kabar? Semoga selalu berbahagia, ya. Sebelum saya berkata lebih jauh, izinkan saya mengakui sesuatu: saya tidak mahir menulis surat. Bukan hanya tidak mahir, mungkin saya cenderung membencinya. Menulis surat harus selalu bersifat formal dan kaku. Kata per kata pun harus disusun dengan apik. Tidak boleh salah. Khawatir menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman. Sebab, surat yang sudah dikirim, tidak akan dapat ditarik kembali, secanggih apa pun teknologi saat ini. Menulis surat, selalu saya ibaratkan, seperti meniti sebuah tali yang terbentang di antara dua tebing. Sekali jatuh, tidak ada kesempatan untuk kembali ke atas. Berbeda dengan mengarang, yang bisa tercipta hanya dengan satu tarikan napas dan diubah jika ingin. Namun, terserahlah. Saat ini saya ingin menulis surat. Khusus untukmu dan sedikit untuk anak kita. Untuk mengungkapkan kata-kata yang tak sanggup dituturkan secara lisan. Firda. Saya akan memulai surat ini dengan sebuah hikayat. D...

Ngangen Bapak

Hampir satu bulan lamanya saya tidak berjumpa Alka. Hampir dua tahun silam, kami memang tidak tinggal bersama. Saya di Bogor dan Alka di Bandung. Alasannya, berbagai hal. Selama dua tahun itu pula, saya harus menempuh perjalanan ke Bandung untuk dapat bertemu dengan Alka. Biasanya, saya pulang ke Bandung sekitar sekali dalam dua minggu. Meski jarak antara Bogor dan Bandung tidak terlalu jauh, ada beberapa hal yang membuat saya harus menahan rindu sekitar dua minggu itu. Salah satunya adalah urusan ongkos dan waktu. Kembali ke awal. Khusus di Bulan Agustus 2021 ini, nyaris satu sobekan kalender saya dan Alka tidak bertemu. Terakhir saya pulang ke Bandung adalah ketika awal Agustus. Ketika hari ulang tahun saya. Setelah itu, bablas kita hanya bertemu melalui panggilan video. Saya rindu. Tentu saja. Satu bulan bukan waktu yang sebentar. Banyak yang terjadi pada Alka dalam kurun waktu itu. Ia sempat mengalami muntah-muntah entah karena apa. Ia juga sempat “mogok” makan, yang alasannya juga...

Run, Alka. Run!

Sebelum Alka hadir di kehidupan saya, saya tidak pernah memerhatikan perkembangan bayi. Kemenakan sekalipun. Terlebih anak orang lain. Saya nyaris tidak peduli. Namun, begitu melihat Alka, saya cukup takjub dengan perkembangannya. Banyak orang bilang, anak bayi bertumbuh dengan cepat, sebelum kita menyadarinya. Akhirnya saya mengamini perkataan tersebut. Baru kemarin rasanya saya melihat Alka meluncur di kamar bersalin. Baru kemarin juga rasanya anak itu belajar merangkak. Sekarang, tiba-tiba saja Alka sudah bisa berlari dengan sangat cepat. Tidak hanya berlari, Alka sudah mahir mendaki anak tangga tanpa bantuan orang dewasa. Memanjat kursi atau kasur sekaligus turun sendiri. Padahal, usianya belum juga dua tahun. Diam-diam saya jadi membandingan Alka dengan anak-anak seusia lainnya. Kebanyakan, mereka anak kawan-kawan saya. Saya cukup ragu, mengenai keistimewaan Alka. Apa jangan-jangan, anak seusianya memang begitu? Ternyata keraguan saya terjawab. Anak-anak lain, tidak ada yang seper...

Kaset

Belakangan saya sedang keranjingan bernostalgia dengan musik hair metal , seperti Skid Row, Motley Crue, Warrant, White Lion, dan sebagainya. Kebiasaan mendengarkan musik hair metal sudah saya lakukan sejak masih berseragam SMA hingga awal menjadi mahasiswa. Selanjutnya telinga saya lebih akrab dengan lagu-lagu yang cukup “lunak”, seperti band-band pop atau rock Inggris. Saya jadi teringat beberapa tahun lalu, saya membeli album Theatre of Pain-nya Motley Crue, hanya demi mendengarkan Home Sweet Home, dan album Skid Row untuk lagu I Remember You. Kedua album tersebut tentunya saya beli di penjual kaset bekas di Jalan Dewi Sartika, Bandung. Saya menyebutnya sebagai “ parapatan sagala aya ”, atau perempatan serba ada. Biasanya, sehabis membeli buku-buku bekas di jalan yang sama, saya menyeberang ke deretan penjual kaset bekas. Baik di deretan penjual buku bekas atau kaset bekas, saya bisa menghabiskan waktu berjam lamanya. Khusus di bagian penjual kaset bekas, saya biasanya menghabiskan ...

Sapardi

Pagi itu sebuah kabar cukup mengejutkan mampir melalui WhatsApp saya. Seorang sahabat membawa kabar duka seputar Sapardi Djoko Damono, sastrawan kaliber itu. Saya terpaku sejenak dan tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Sebab sebuah pesan yang diteruskan belum bisa dipastikan kebenarannya. Untuk memastikan kabar tersebut, saya segera membuka kanal berita online . Dan benar saja, Sapardi telah pergi.. Saya cukup terlambat mengenal karya-karya Sapardi. Meski namanya tentu sudah lama saya dengar. Alasannya sederhana, dulu, saya belum begitu tertarik dengan puisi. Sedikit dari penyair yang karyanya saya baca adalah Wiji Thukul dan Chairil Anwar. Bertahun kemudian kita gairah untuk membaca puisi mampir, barulah saya mulai berkenalan dengan karya-karya Sapardi. Tentunya dimulai dari Hujan di Bulan Juni yang tenar itu. Kesukaan saya terhadap puisi Sapardi tidak terlepas dari peran seorang kawan yang memperkenalkan musikalisasi puisi yang dibawakan oleh duet Ari Malibu dan Reda Gaudimo. Seja...

Liverpool

Menjadi pendukung Liverpool memang tidak cukup hanya memiliki satu jantung saja. Selalu dibutuhkan jantung cadangan, jika sewaktu-waktu jantung yang utama berhenti berdetak. Setelah musim lalu gagal meraih juara hanya dengan selisih satu poin dengan pemuncak klasemen, musim ini (2019/20), Liverpool sempat terancam kembali gagal memboyong pulang trofi Liga Inggris. Sebelumnya, Liverpool telah mengawali musim dengan apik. Sekian pertandingan tanpa sekali pun menelan kekalahan, membuatnya kokoh bercokol di puncak tanpa tergoyahkan. Permainan yang cantik dan kerja sama tim yang solid, nyaris selalu membuahkan kemenangan di setiap pertandingan. Laku ini sebenarnya tidak begitu mengherankan. Pasalnya, dalam beberapa musim terakhir Liverpool memang sudah menunjukkan kematangannya sebagai tim yang adiluhung. Kalau pun Liverpool gagal menjadi juara, itu hanya karena nasib sial atau kutukan belaka. Ketangguhan yang Liverpool perlihatkan sejak awal musim tentunya mengundang decak kagum sekaligus ...

Melesat Seperti Roket

Hari ini Alka berusia genap satu tahun. Entah apa yang dipikirkan oleh anak berusia satu tahun, namun Alka nampak biasa saja. Tidak mengerti apa pun. Yang justru heboh adalah istri saya, Firda. Sudah jauh-jauh hari Firda mempersiapkan “pesta” untuk merayakan hari lahir Alka. Mulai dari membeli balon, hiasan dinding, nasi tumpeng, hingga kue ulang tahun. Selama satu tahun sejak dirinya lahir, Alka sudah banyak mengalami perubahan. Kepalanya mulai menghitam ditumbuhi rambut kembali, setelah dibuat plontos ketika akikah. Giginya sudah ranum, ada delapan jika saya tidak salah hitung. Kepintarannya pun jelas sudah meningkat. Ia sudah fasih menirukan omongan orang, juga sudah siap untuk berjalan sendiri. Dan yang paling membuat saya takjub adalah, energinya yang seolah tidak pernah surut. Kata orang-orang, terutama yang sangat mengenal saya, Alka sangat mirip dengan saya. Entah wajahnya, atau sifat tidak mau diamnya. Yang membedakan saya dengan Alka, kata mereka, hanyalah urusan gender. Saya...