Melesat Seperti Roket
Hari ini Alka berusia genap satu tahun. Entah apa yang dipikirkan oleh anak berusia satu tahun, namun Alka nampak biasa saja. Tidak mengerti apa pun. Yang justru heboh adalah istri saya, Firda. Sudah jauh-jauh hari Firda mempersiapkan “pesta” untuk merayakan hari lahir Alka. Mulai dari membeli balon, hiasan dinding, nasi tumpeng, hingga kue ulang tahun.
Selama satu tahun sejak dirinya lahir, Alka sudah banyak mengalami perubahan. Kepalanya mulai menghitam ditumbuhi rambut kembali, setelah dibuat plontos ketika akikah. Giginya sudah ranum, ada delapan jika saya tidak salah hitung. Kepintarannya pun jelas sudah meningkat. Ia sudah fasih menirukan omongan orang, juga sudah siap untuk berjalan sendiri. Dan yang paling membuat saya takjub adalah, energinya yang seolah tidak pernah surut.
Kata orang-orang, terutama yang sangat mengenal saya, Alka sangat mirip dengan saya. Entah wajahnya, atau sifat tidak mau diamnya. Yang membedakan saya dengan Alka, kata mereka, hanyalah urusan gender. Saya tidak bisa mengamini hal tersebut, tentu saja. Sebab saya tidak ingat apapun ketika masih seumur jagung. Tapi saya bisa sepakat jika Alka memang sangat enerjik. Anak itu terus bergerak tanpa kenal lelah. Ia akan merangkak ke segala sudut dan mengoceh dalam bahasa bayi. Ia baru akan diam jika sedang tertidur. Itu pun dengan posisi tidur yang berubah-ubah sekenanya.
Apa pun itu, Alka telah tumbuh menjadi anak yang disayangi semua orang. Saya cukup terenyak ketika menyadari anak itu sudah berusia satu tahun. Padahal, masih lekat dalam benak saya ketika Firda berjuang di ruang persalinan, di Bandung. Masih lekat juga dalam benak saya ketika tangis pertama Alka pecah di pagi hari satu tahun yang lalu. Semua itu seolah baru terjadi kemarin.
Waktu memang semakin tidak bersahabat. Bahkan terkadang saya sering merasa waktu mengkhianati saya. Ada perasaan bangga dan haru menyadari Alka telah tumbuh sebaik itu. Namun, terselip juga perasaan sedih sekaligus khawatir. Khawatir jika Alka semakin tumbuh besar tanpa bisa saya sadari. Khawatir jika anak itu semakin dewasa dan akan meninggalkan rumah suatu hari nanti.
Memang kecemasan saya terdengar berlebihan. Namun, perasaan tersebut niscaya dirasakan nyaris oleh semua orang tua.
Namun kembali lagi. Jalan yang harus ditempuh oleh Alka masih sangat panjang. Dan tentunya akan lebih berliku mengingat dunia tak lagi ramah. Tugas saya, juga Firda, adalah menjaga dan membimbing Alka untuk tidak pernah merasakan sedikit pun rasa sedih sepanjang hidupnya.
Saya yakin, Firda pun memiliki tekad yang sama. Hal tersebut tercermin dari kesibukannya dalam mempersiapkan acara ulang tahun untuk Alka. Firda tetap bersemangat dan bersikeras ingin memberikan momen spesial bagi anak itu. Meski Firda pun tahu, Alka belum mengerti apa pun. Yang saya sebut “pesta” pun tidak lebih dari acara syukuran biasa dan hanya melibatkan orang tua kami.
Hubungan timbal balik yang mesra antara Firda dan Alka selalu mengajarkan saya tentang rasa tulus. Khusus untuk hal tersebut, saya tidak akan pernah berhenti mengucapkan terima kasih kepada mereka.
Selamat ulang tahun, Kavindra Alka Pradana. Teruslah melesat seperti roket.
Bandung, 15 Juli 2020
Selama satu tahun sejak dirinya lahir, Alka sudah banyak mengalami perubahan. Kepalanya mulai menghitam ditumbuhi rambut kembali, setelah dibuat plontos ketika akikah. Giginya sudah ranum, ada delapan jika saya tidak salah hitung. Kepintarannya pun jelas sudah meningkat. Ia sudah fasih menirukan omongan orang, juga sudah siap untuk berjalan sendiri. Dan yang paling membuat saya takjub adalah, energinya yang seolah tidak pernah surut.
Kata orang-orang, terutama yang sangat mengenal saya, Alka sangat mirip dengan saya. Entah wajahnya, atau sifat tidak mau diamnya. Yang membedakan saya dengan Alka, kata mereka, hanyalah urusan gender. Saya tidak bisa mengamini hal tersebut, tentu saja. Sebab saya tidak ingat apapun ketika masih seumur jagung. Tapi saya bisa sepakat jika Alka memang sangat enerjik. Anak itu terus bergerak tanpa kenal lelah. Ia akan merangkak ke segala sudut dan mengoceh dalam bahasa bayi. Ia baru akan diam jika sedang tertidur. Itu pun dengan posisi tidur yang berubah-ubah sekenanya.
Apa pun itu, Alka telah tumbuh menjadi anak yang disayangi semua orang. Saya cukup terenyak ketika menyadari anak itu sudah berusia satu tahun. Padahal, masih lekat dalam benak saya ketika Firda berjuang di ruang persalinan, di Bandung. Masih lekat juga dalam benak saya ketika tangis pertama Alka pecah di pagi hari satu tahun yang lalu. Semua itu seolah baru terjadi kemarin.
Waktu memang semakin tidak bersahabat. Bahkan terkadang saya sering merasa waktu mengkhianati saya. Ada perasaan bangga dan haru menyadari Alka telah tumbuh sebaik itu. Namun, terselip juga perasaan sedih sekaligus khawatir. Khawatir jika Alka semakin tumbuh besar tanpa bisa saya sadari. Khawatir jika anak itu semakin dewasa dan akan meninggalkan rumah suatu hari nanti.
Memang kecemasan saya terdengar berlebihan. Namun, perasaan tersebut niscaya dirasakan nyaris oleh semua orang tua.
Namun kembali lagi. Jalan yang harus ditempuh oleh Alka masih sangat panjang. Dan tentunya akan lebih berliku mengingat dunia tak lagi ramah. Tugas saya, juga Firda, adalah menjaga dan membimbing Alka untuk tidak pernah merasakan sedikit pun rasa sedih sepanjang hidupnya.
Saya yakin, Firda pun memiliki tekad yang sama. Hal tersebut tercermin dari kesibukannya dalam mempersiapkan acara ulang tahun untuk Alka. Firda tetap bersemangat dan bersikeras ingin memberikan momen spesial bagi anak itu. Meski Firda pun tahu, Alka belum mengerti apa pun. Yang saya sebut “pesta” pun tidak lebih dari acara syukuran biasa dan hanya melibatkan orang tua kami.
Hubungan timbal balik yang mesra antara Firda dan Alka selalu mengajarkan saya tentang rasa tulus. Khusus untuk hal tersebut, saya tidak akan pernah berhenti mengucapkan terima kasih kepada mereka.
Selamat ulang tahun, Kavindra Alka Pradana. Teruslah melesat seperti roket.
Bandung, 15 Juli 2020