Negeri yang Dipimpin Oleh Para Monyet

Ketika para monyet dapat berpikir layaknya manusia, mereka berbondong-bondong meninggalkan rimba, menuruni lereng-lereng terjal, menjajah perkotaan. Pekik kemerdekaan diserukan oleh para monyet yang mulai pandai berbahasa. Semua monyet larut dalam kemenangan dan kegembiraan.

Saat yang mereka nantikan tiba: menjajal peradaban yang selama ini dimonopoli oleh kaum berkulit licin.

Tanpa dikomando, beberapa monyet lantas menyerbu istana kenegaraan yang lengang. Hanya tinggal para rusa yang masih khidmat merumput tanpa peduli. Di istana kenegaraan mereka menemukan baju-baju para pejabat yang tergantung rapi pada lemari. Dikenakannya setelan perlente tersebut. Para monyet menjadi keranjingan mematut diri di hadapan cermin. Mereka merasa ganteng dan jatmika.

Setelah puas dengan setelannya masing-masing, tibalah masa di mana mereka harus memilih pemimpin. Kegaduhan bermula dari sini, sebab semua monyet merasa layak dan ingin menjadi pemimpin. Pertengkaran di dalam istana tak terelakkan. Para monyet saling cakar dan menghujamkan taring pada lawannya.

Beberapa monyet harus rela kehilangan nyawa dalam pergumulan yang melelahkan tersebut. Lainnya terluka cukup parah. Mereka baru berhenti ketika lelah. Dalam napas terengah, akhirnya para monyet setuju untuk membuat struktur kepemimpinan hingga tingkat paling bawah. Semata demi semua monyet mendapatkan jabatan dan dapat mencicipi kursi kepemimpinan.

Pengambilan suara dilakukan. Semua pada akhirnya sepakat, monyet tergarang di kelompok itu menjadi pemimpin tertinggi. Wakilnya adalah monyet kedua tergarang. Kemudian di bawahnya dibentuk menteri-menteri, kepala daerah, hingga jabatan paling rendah. Semua diurut berdasarkan kesepakatan. Monyet yang mendapat jabatan di bawah kawannya harus menelan cemburu. Tapi toh, apa mau dikata? Yang penting mendapat jabatan.

Palu diketok. Pemerintahan oleh para monyet terbentuk. Kemudian kawanan itu pergi menuju mejanya masing-masing untuk mencicipi kursi empuk yang telah disediakan.

Pada hari pertama para monyet menjadi pemimpin negeri, berbagai kebijakan ditelurkan. Setiap monyet membuat kebijakan yang menguntungkan dirinya sendiri. Tentu saja tidak ada yang peduli, asalkan tidak ada yang menyenggol kebijakan monyet lain sesama pemimpin.

Semua monyet senang, sebab mimpinya selama ini terwujud. Selama ini mereka hanya menjadi kaum kapiran yang terpinggirkan. Sebelum ini, jabatan tertinggi bagi monyet adalah terlibat dengan aksi sirkus keliling. Namun kini mereka duduk di dalam istana megah, membuat kebijakan, dihormati, ditakuti, dan kaya raya.

Sementara itu, para rusa di halaman istana masih sibuk memamah rumput. Sesekali mereka melirik ke arah istana yang diisi oleh para monyet yang keranjingan pesta. Para rusa tersenyum geli melihat tingkah para monyet yang udik. Sambil melontar sinis: selamat memimpin, nyet!

Bandung, 21 Mei 2020

Popular posts from this blog

Sapardi

Surat untuk Firda (dan Alka)

Melesat Seperti Roket