Posts

Showing posts from July, 2016

Paradigma Bengkok tentang Profesi

Hampir setiap anak kecil pasti pernah mendapat pertanyaan mengenai cita-citanya kelak. Begitupula Anda dan saya. Kecuali, jika Anda langsung sebesar itu ketika dilahirkan, atau lahir di tengah hutan belantara dan dibesarkan oleh gorila seperti Tarzan. Hal serupa tentunya akan diwariskan kepada anak-anak Anda. Pertanyaan demikian sebenarnya bersifat basa-basi kepada anak-anak. Di sisi lain, hal tersebut dinilai sangat berguna. Bahkan bisa menjadi doktrin positif yang diinjeksikan kepada otak anak-anak yang masih “segar”, sehingga diharapkan menjadi stimulus yang akan diimplementasikan olehnya ketika tumbuh besar. Apa sih?! Setiap pertanyaan pasti menimbulkan jawaban. Kecuali yang Anda tanya adalah Haji Bolot. Sejauh pengalaman saya, setiap mendapat pertanyaan tentang cita-citanya, anak-anak akan memberi jawaban yang hampir seragam. Atau, itu-itu saja. Jawabannya yaitu: dokter, polisi, insinyur, astronot, tentara, guru, presiden, atau pilot. Kalaupun ada yang sedikit anti-mainstream, ...

Virus Ganas Bernama Manusia

Beberapa hari lalu, ketika berangkat kerja, saya menyadari sesuatu yang berbeda. Beberapa pohon yang biasanya meneduhi saya ketika berjalan di trotoar menuju kantor, sudah hilang begitu saja. Padahal, hari sebelumnya, saya yakin, pohon-pohon tersebut masih berdiri gagah di sana. Hanya butuh waktu semalam saja untuk menghilangkan pepohonan tersebut. Seperti ketika alien membuat crop circle. Siang itu, yang tersisa hanya bonggol-bonggolnya saja yang sedang berusaha dicabut oleh para tukang. Hari ini mungkin sudah hilang seluruhnya. Saya jadi teringat. Dulu ketika pertama kali bekerja di sana, trotoar di depan kantor banyak ditumbuhi pepohonan yang berderet dan cukup rindang. Sekarang, jangan harap. Dalam kurun waktu kurang dari dua tahun, kini pepohonan tersebut sudah raib semua. Meskipun nilai mata pelajaran biologi saya tidak bisa dikatakan bagus, tetapi saya tahu, pepohonan tersebut masih tergolong muda dan tidak menunjukkan gejala akan roboh. Dibunuhnya pohon-pohon tersebut saya s...

Jakarta Butuh Batman

Jakarta adalah kota yang paling sering dibicarakan. Kota yang katanya tidak ramah, namun romantis. Seorang teman pernah berkata, sore hari di Jakarta lebih indah dibandingkan sore hari di Bandung atau Jogja. Jika kita ke sampingkan kemacetan dan hiruk-pikuk orang-orang sepulang kerja, perkataan teman saya tersebut benar adanya, sore hari di Jakarta memang indah. Jakarta memiliki daya magis tersendiri. Ia begitu banyak dicaci-maki, namun tetap dicari. Pernah ketika saya masih kuliah, ada seorang teman yang habis diledeki karena dirinya belum pernah menginjakkan kaki di Jakarta. Belum lagi anggapan sebagian orang yang belum merasa menjadi “orang kota” jika belum pernah ke Jakarta, sekadar berfoto di hadapan Monas, atau pelesir ke Ancol. Oleh karena itu, orang-orang pada berebut ingin melihat Ibu Kota secara langsung, bukan layar kaca. Kemudian, sebagian dari orang-orang itu merasa betah, dan tinggal di Jakarta. Saya sendiri baru sekira satu tahun ini menjadi “penduduk” Jakarta. Jujur, ...

Fenomena Ayah-Bunda

Sebelumnya, saya tidak percaya bahwa zaman sudah edan, kata orang-orang. Alasannya, karena saya belum pernah merasakan hidup di zaman yang tidak edan, dan tidak pernah tahu rasanya seperti apa. Tetapi, siang tadi, di angkutan umum—di kota saya disebut Angkot, entah di kota kalian—saya dipaksa harus mengakui bahwa zaman memang benar sudah edan. Hal yang membuat saya mengakui bahwa zaman sudah edan bukan karena ada bapak-bapak yang memenuhi ruangan Angkot dengan asap rokoknya. Bukan juga karena ada mas-mas jahil yang diam-diam mencolek paha mbak pegawai di samping saya. Bukan juga karena ada ibu yang panik karena dompetnya kecopetan di dalam Angkot. Itu semua sih sudah biasa. Tidak bisa dikatakan edan. Penyebabnya adalah, dua orang anak SD. Sebetulnya, tidak ada yang aneh ketika dua siswa-siswi SD tersebut menaiki Angkot. Mereka terlihat normal, seperti anak SD pada umumnya. Berseragam kemeja putih, celana pendek merah, rok merah, dasi merah dengan logo Tut Wuri Handayani, sepatu hita...

Jangan Baca Buku!

Kalau pernah mendengar mitos atau pamali, seperti jangan duduk di ambang pintu jika tidak mau sulit jodoh, atau harus bersih saat menyapu lantai agar tidak mendapat suami berewok, seperti itulah buku. Buku sebagai jendela dunia, buku sebagai guru yang baik, buku sebagai pelita ilmu, tak ayal hanya sebuah mitos. Mitos buku telah ditanamkan pada benak manusia sejak bocah. Kita terlalu lama menerima doktrin akan buku yang begini, yang begitu. Buku yang katanya dapat mencerdaskan manusia adalah angan-angan yang terlalu muluk. Berdasarkan hasil survei UNESCO pada tahun 2012 menunjukkan indeks tingkat minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,01%. Bisa diartikan, hanya ada satu dari 1000 orang yang masih mau membaca buku. Saya tegaskan, satu dari 1000. Berarti jika kamu suka membaca buku, maka ada satu batalion orang yang waras. 999 orang sisanya selain kamu sudah menyadari bahwa membaca buku seperti menyiram tanaman saat hujan. Buat apa? Percuma. Dengan rasio ini, berarti di antara 250 juta...

Kolaborasi Film dan IQ Jongkok

Mengutip perkataan Joni di film Janji Nicholas Saputra, bahwa film adalah anugerah seni terbesar yang dimiliki oleh umat manusia. Perkataan tersebut banyak benarnya, karena selain seni musik, menurut saya, film adalah karya seni yang dapat memberi dampak besar secara langsung kepada manusia di berbagai zaman. Selain hanya sebagai makanan bagi batin, film juga dapat mengubah perilaku manusia dengan sangat mudah. Masih ingat James Holmes? Pasti tidak. Dia adalah seorang pemuda asal Colorado yang secara brutal menembaki penonton The Dark Knight Rises di bioskop. Holmes—bukan Sherlock—menganggap dirinya sebagai The Joker dalam film The Dark Knight. Begitu kuatnya pengaruh sebuah film sehingga dapat mengubah perilaku Holmes yang merupakan seorang kandidat doktor ilmu syaraf di University of Colorado, menjadi seorang pembunuh. Atas tindakan The Joker abal-abal ini, 71 orang terluka, dan 12 orang lainnya meninggal dunia. Untungnya Holmes segera tertangkap. Jika tidak, The Joker ini pasti me...

Dunia Tidak Segawat di Televisi

Sebagai pekerja sekaligus konsumen televisi, saya mulai menyadari beberapa hal dari kotak ajaib tersebut. Meski bekerja untuk sebuah televisi, saya bukan seorang penikmatnya. Televisi yang nongkrong di kamar saya, kebanyakan hanya digunakan untuk bermain PlayStation atau nonton DVD saja. Sangat jarang digunakan untuk menonton acara televisi. Setelah sekian lama tidak melongok isi televisi, barulah kemarin malam, secara tidak sengaja saya menonton televisi sehabis bermain PlayStation dan malas mengambil remote control untuk mematikannya. Jadi, saya pikir, tidak apalah sesekali menonton acara televisi. Ketika itu layar tengah menampilkan acara berita dari salah satu stasiun televisi swasta. Meski tidak serius menonton acara berita tersebut, telinga saya dapat mendengar apa yang keluar dari perangkat suara televisi. Jadi, sesekali mata saya teralihkan dari layar laptop ke layar televisi. Alih-alih informasi yang saya dapatkan ketika itu, justru kengerian yang saya rasakan. Bagaimana ti...